Bolak-Balik Berkas Kasus Pagar Laut, Tinggal Tunggu Waktu Kasus Ditutup?

Kasus Pagar Laut

Kasus Pagar Laut – Kasus dugaan korupsi proyek Pagar Laut di Kabupaten Pesisir Selatan kembali jadi sorotan publik. Sudah berbulan-bulan sejak pertama kali di ungkap, tapi berkasnya masih mondar-mandir antara penyidik dan jaksa. Apa yang sebenarnya terjadi di balik layar kasus ini? Apakah keadilan sedang berjalan atau justru terhenti karena kepentingan tertentu?

Tak bisa di pungkiri, publik mulai gerah melihat lambatnya penanganan kasus ini. Proyek yang menelan anggaran miliaran rupiah tersebut di duga penuh manipulasi, mulai dari spek material yang tak sesuai hingga dugaan penggelembungan harga yang mencurigakan. Namun sayangnya, alih-alih bergerak cepat, proses hukumnya seperti di seret kaki berat. Berkas perkara di kembalikan oleh jaksa dengan alasan “belum lengkap”, dan itu sudah terjadi lebih dari satu kali. Apakah ini murni prosedur hukum, atau ada kekuatan tak kasat mata yang ingin kasus ini perlahan menguap?

Di Mana Ketegasan Penegak Hukum?

Yang membuat publik makin curiga, adalah sikap diam para penegak hukum. Tidak ada informasi transparan, tidak ada penjelasan mendalam soal kekurangan berkas yang di maksud. Hanya pernyataan klise: “Masih dalam proses.” Pertanyaannya, proses ke mana? Bukankah waktu yang terlalu lama tanpa kejelasan justru membuka ruang untuk intervensi dan permainan kotor?

Ketika berkas perkara berkali-kali di kembalikan, itu seharusnya jadi alarm bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Entah penyidiknya tidak serius, atau jaksa yang terlalu perfeksionis—atau justru keduanya sedang bermain peran dalam drama peradilan yang tak berujung. Di tengah kondisi seperti ini, masyarakat punya hak untuk curiga. Bukan tanpa alasan, karena sejarah menunjukkan bahwa banyak kasus korupsi akhirnya di biarkan begitu saja dengan dalih teknis. Apakah kasus Pagar Laut akan bernasib serupa?

Baca juga: https://beacukai-nangabadau.com/

Proyek Pagar Laut: Dari Harapan Jadi Dugaan

Sejak awal, proyek Pagar Laut di harapkan mampu memberikan perlindungan dari abrasi dan meningkatkan infrastruktur kawasan pesisir. Tapi harapan itu seketika runtuh saat muncul laporan bahwa pagar yang di bangun tidak sesuai standar. Material yang di gunakan tipis, mudah lapuk, dan di duga di beli dengan harga mark-up. Anehnya, proyek tetap di lanjutkan tanpa revisi, dan semua pihak yang bertanggung jawab seperti tutup mata.

Masyarakat sekitar mengaku kecewa. Mereka melihat langsung bagaimana pagar itu cepat rusak dihantam gelombang pertama musim hujan. Ini bukan sekadar kegagalan proyek—ini adalah potret dari praktik culas yang merugikan rakyat kecil. Maka ketika aparat hukum terkesan lamban menindaklanjuti, rasa frustrasi pun tak bisa di bendung. Pertanyaan besar menggantung di udara: siapa sebenarnya yang di lindungi dalam kasus ini?

Tinggal Tunggu Waktu, Atau Tinggal Tunggu Ditutup?

Ketika proses hukum terus berputar tanpa arah, masyarakat mulai kehilangan kepercayaan. Isu “pengamanan kasus” atau “main mata” bukan lagi gosip pinggir warung kopi—tapi jadi realitas yang tak terbantahkan. Jika tidak ada langkah tegas dalam waktu dekat, publik tak akan kaget jika tiba-tiba terdengar kabar bahwa kasus ini di tutup karena “alat bukti tidak cukup”.

Narasi seperti ini sudah terlalu sering terjadi di negeri ini. Kasus besar di awal, sunyi di akhir. Semakin lama berkas bolak-balik tanpa progres berarti, semakin kuat dugaan bahwa ini hanya pertunjukan formalitas. Sementara di belakang panggung, aktor-aktor utamanya sudah merayakan kemenangan mereka.

Apakah kita akan membiarkan satu lagi kasus korupsi menguap begitu saja? Atau masyarakat perlu bersuara lebih keras agar keadilan tak kembali di kubur dalam diam? Waktu terus berjalan—dan mungkin, tinggal menunggu detik terakhir sebelum semuanya di lupakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *